Di awal Sekali Imam Syahid Hasan Al Banna mengungkapkan dengan perkataan berikut ini :
“Rukun Bai’at Kita ada sepuluh, maka jagalah!”
Dari kalimat pembuka diatas kita dapat melihat bahwa Arkanul Bai’ah terdiri kata-kata arkan, Bai’at dan infazhuha.
Kata Arkan adalah kata jamak dari rukn, yang berarti pilar utama atau salah satu pilar yang menjadi fondasi bangunan sesuatu, atau pilar yang apabila ditinggalkan maka batal suatu pekerjaan dan tidak memiliki kekuatan lagi. Atau pilar yang terkuat. Atau masalah yang besar. Atau sesuatu yang mempunyai kekuatan, baik berupa raja, tentara dan lainnya, atau berupa kedudukan dan kemampuan pertahanan[1].
Sementara itu kata bai’at berarti perjanjian untuk mencurahkan ketaatan dengan harga yang setimpal. Pada asalnya, kata bai’at bermakna mencurahkan ketaatan kepada penguasa dalam melakukan perintahnya.
Seseorang yang melakukan bai’at berarti dia telah berjanji untuk mencurahkan ketaatannya, sekalipun ketaatan tersebut menuntut harta atau kepayahan atau jiwa selama hal itu dalam mencari keridhaan Allah swt.[2]
Dalam Al-Qur’an banyak kita temukan kata bai’at; baik yang disebutkan dalam bentuk kata kerja mudhari, seperti firman Allah dalam surat al-fath:
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. (Al-Fath:10)
atau dalam bentuk masdar (kata jadian), dan ada juga kita temukan kata bai’at disamakan denganisytara (membeli) yang berarti bahwa bai’at pada hakikatnya merupakan transaksi jual-beli antara seorang hamba dengan Allah SWT dihadapan seorang pemimpin. sebagaimana firman:
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآَنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar”. (AT-Taubah:111)
Adapun kata Infazhuha berasal dari kata fazhahuha (jagalah dia/hafalkanlah dia) memiliki dua makna yaitu :
1. Sadar dan paham setelah mencermati, dalam arti merasa mantap pada hasil pemahaman
2. Melaksanakan konsekuensi Bai’at, yakni memelihara, menjaga dan melaksanakan. [3]
Risalah Arkanul Bai’ah Bagian dari Risalatut Ta’alim Wal Usar
Arkanul Bai’ah merupakan bagian dari risalah Imam Syahid Hasan Al Banna yang bertajuk Risalah Ta’alim Wal Usar. Sehingga akan kurang sempurna kalau kita melihat semua isi risalah untuk mendapatkan hikmah yang lengkap di dalamnya. Risalah ini dimunculkan oleh Imam Hasan Al Banna ditengah-tengah perpecahan yang terjadi dalam gerakan-gerakan Ishlah (reformasi) kembali untuk menyatukan semua kaum Muslimin. Setelah Kekhalifahan Turki Ustmani Runtuh pada tahun 1924 M muncullah banyak gerakan penyadaran untuk kembali memperbaiki keadaan Umat Islam.
Gerakan-gerakan ini mempunyai beberapa ciri :
1. Cendrung mengambil gerakan yang parsial, yaitu terlalu memprioritaskan pada satu aspek perbaikan saja. Ada yang hanya mementingkan aspek aqidah saja, ada yang hanya memfokuskan pada aspek ekonomi dan sosial saja, ada yang memfokuskan pada pembentukan tokoh saja karena mereka menganggap umat saat sekarang ini kehilangan tokoh. Bahkan ada yang hanya memfokuskan pada aspek politik saja.
2. Antara berbagai kelompok ini sering tidak akur dan saling menjatuhkan antara satu dengan lainnya. Sehingga perubahan itu tidak kunjung menemukan titik temu yang satu dan banyak yang tambal sulam.
Didasari oleh realitas inilah maka Imam Syahid Hasan Al-Banna memformulasikan kerangka berpikir untuk menyatukan semua gerakan penyadaran umat ini untuk kerja bahu-membahu.
Risalah ini ditulis Imam Syahid pada tahun 1943 M. risalah ini termasuk risalah yang terpenting yang ditulis oleh beliau. Bahkan Ustadz Abdul Halim Mahmud menganggapnya sebagai puncak dan intisari dari semua risalah yang beliau tulis.
Risalah ini berisi strategi jamaah Ikhwan dalam tarbiyah dan pembentukan kader. Juga berisi tentang tujuan-tujuan dakwah dan perangkat untuk mencapai tujuan tersebut. Imam Syahid menulis risalah ini untuk para ikhwan yang tulus, para mujahdi atau yang disebut dengan kader inti Ikhwan. Dimana gaya bahasa yang dipakai adalah gaya bahasa Instruksi untuk beramal, bukan sekadar pembicaraan.[4]
Teori reformasi yang diusulkan Imam Syahid Hasan Al Banna adalah teori yang jelas dan komprehensif.
“Sesungguhnya terapi bagi keterpurukan, perpecahan kata, kehancuran dan kemunduran peradaban umat Islam tidak bisa dilakukan dengan terapi tunggal, ia harus dengan terapi komprehensif. Begitu juga manhaj reformasi untuk membebaskan umat Islam dari keterpurukannya haruslah komprehensif tanpa memprioritaskan manhaj salah satu reformis, tetapi harus mencakup seluruh unsur reformasi. Dengan itulah semua kondisi umat Islam akan membaik,” begitulah yang ditulis Imam Syahid Hasan Al Banna menjelaskan gagasan Reformasinya. [5]
Unsur-unsur reformasi yang ini adalah :
1. Al Fahm: memahami agama Islam dengan benar dan komprehensif.
2. Al Ikhlas: Ikhlas karena Allah dalam beramal untuk Agama
3. Al ‘Amal: beramal demi agama ini dengan memperbaiki diri sendiri, rumah tangga Muslim, masyarakat, pemerintahan dan seterusnya.
4. Al Jihad: jihad fi sabilillah dengan berbagai tingkat dan variasinya.
5. At Tadhliyyah: berkorban pada waktu, kesungguhan, harta, dan jiwa demi agama
6. At Tha’ah: Menaati Allah dan Rasul-Nya dan waliyul amr, baik dalam kondisi susah atau mudah, senang maupun benci.
7. Ats Tsabat: memegang teguh agama, baik dari sisi aqidah, syari’ah, maupun perbuatan, sekalipun harus memakan waktu yang panjang untuk sampai pada tujuan.
8. At Tajarrud: membersihkan diri dari pemikiran yang bertentangan dengan pemikiran Islam dan dari setiap orang atau teman yang memisahkan antara seorang Muslim dengan loyalitas kepada agamanya.
9. Al Ukhuwwah: persaudaraan dalam agama, karena persaudaraan merupakan saudara persatuan dan terapi bagi keterpurukan dan kehancuran, sedangkan perpecahan merupakan saudara kekufuran.
10. At Tsiqah: Kemantapan hati dalam mengontrol perbuatan demi Islam sesuai dengan kaidah Islam yang mengatakan,” tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Khalik.”[6]
Dalam risalatut ta’alim wal usar ini beliau juga menjelaskan tahapan-tahapan dakwah Ikhwan yaitu :
1. Ta’rif (pengenalan, atau tahap afiliasi)
2. Takwin (pembentukan atau tahap partisipasi)
3. Tahfidz (mobilisasi atau tahap kontribusi)
Bagian akhirnya berisi 38 kewajiban yang harus ditunaikan untuk menyempurnakan pelaksanaan Arkanul Bai’ah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar